Setelah sekian abad lamanya saya vakum untuk nonton film horror Indonesia, akhirnya akhir pekan kemarin saya beranikan diri untuk menonton film ini.
Pertama, karena
penasaran sama tokoh yang diperankan oleh yang “katanya” adalah the next
suzanna nya Indonesia, Shareefa Danish.
Saya cukup bernafas lega karena tahu bahwa film adaptasi dari novell berjudul sama karya Risa Saraswati ini sama sekali nggak mengandalkan adegan-adegan aahh ahhh hmmmp hmmpp sebagai penarik minat penonton seperti film horror Indonesia kebanyakan.
Saya cukup bernafas lega karena tahu bahwa film adaptasi dari novell berjudul sama karya Risa Saraswati ini sama sekali nggak mengandalkan adegan-adegan aahh ahhh hmmmp hmmpp sebagai penarik minat penonton seperti film horror Indonesia kebanyakan.
Film ini diawali dengan perkenalan sang tokoh utama, Risa
yang memiliki kemampuan dapat melihat dunia dimensi lain alias indigo. Sedari
kecil Risa selalu ditinggal sendiri dirumahnya dan hanya ditemani oleh satu
orang pembantu dan satu orang tukang kebun, Ayahnya sibuk bekerja dan dinas
keluar negeri yang hanya pulang setiap 6
bulan sekali, sedangkan Ibunya sibuk merawat Neneknya yang sakit-sakitan dan
harus bolak-balik ke rumah sakit. Di malam ulang tahun yang ke 8, dengan
merayakan hanya seorang diri, Risa membuat permohonan untuk bisa mempunyai
teman yang bisa menemani disaat-saat kesendiriannya.
Tak berapa
lama setelah ia mengucapkan permohonan itu, muncul lima orang anak kecil keturunan
Belanda yang sedang bermain dirumahnya yang saat itu belum Risa sadari bahwa mereka
berbeda dunia. Di malam itulah sema bermula, awal dari sebuah kisah
persahabatan anak manusia dengan anak-anak dari dunia berbeda. Keanehan-keanehan
mulai muncul, bersamaan dengan semakin eratnya persahabatan Risa dengan “teman
barunya”. Lima anak itu, Peter, William, Hans, Hendrick dan Janshen semakin lama
semakin membuat Risa lupa akan kesedihan dan kesepiannya selama ini, keceriaan
dan senyuman mulai tergambar di wajah murungnya.
Ibunya yang
menyadari adanya keanehan pada diri Risa yang sering terlihat tertawa dan
berbicara sendiri, meminta bantuan temannya yang seorang psikolog. Namun nihil
kerena permasalahan yang sesungguhnya bukan soal psikis, si Tukang Kebun yang juga
menyadari keanehan pada Risa menyarankan untuk memanggil Mbah, orang
pintar kenalannya. Risa yang polos dan menyangka bahwa teman temannya itu
adalah tetangganya mulai merasa curiga. Tidak ada yang bisa melihat
teman-temannya itu kecuali ia sendiri. Perlahan namun pasti, cerita masa lalu
dari teman-temannya mulai terkuak. Mereka bercerita sendiri bahwa mereka adalah
keluarga belanda yang tinggal di Indonesia, lalu mati sadis karena dibunuh oleh
tentara Jepang.
Intensitas
ketegangan mulai bertambah ketika adegan Risa akan loncat dari balkon untuk
bergabung dengan teman-temannya demi bisa bersama mereka selamanya. Ibunya dan
sudah bersama si Mbah dengan cepat mencegah Risa melompat. Risa
memberontak,si Mbah menutup mata Risa dan menjelaskan bahwa mereka bukanlah
dari dunia kita. Risa yang memang sudah mengetahuinya semakin memberontak dan
mengatakan bahwa mereka baik, si Mbah kemudian memberitahu Risa untuk membuka
matanya dan menunjukan wujud asli mereka yang sebernarnya. Risa membuka mata
dan seketika berteriak lalu pingsan. Ia kaget melihat teman-temannya tidak
seperti apa yang ia lihat selama ini, mereka pucat menyeramkan dengan luka dan
darah disekujur tubuhnya
Lupakan
segala ekspektasi tentang film ini akan sekeren dan seheboh novellnya. Karena cara
penuangan cerita pada novell dan film tentulah berbeda. Apa yang dituliskan
pada novel memaksa kita untuk menggambarkan sendiri adegan demi adegan pada
kalimat yang tertulis di setiap bagian , diajak untuk bermain dengan dunia
khayal yang membuat kita merasakan sensasi sendiri dalam mendalami sebuah
cerita. Sedangkan pada film kita disuguhkan sebuah tontonan yang memang sudah
begitu adanya tanpa harus membayangkan sendiri.
Di film ini penonton seperti
dipaksa untuk merasakan ketegangan bukan dari cerita, melainkan dari sound
effect yang bikin jantung saya loncat kabur keluar bioskop dan ngungsi ke planet Jupiter. Oke sekip.Juga penggambaran suasana yang suram dari awal hingga akhir film. Latar
belakang cerita juga tidak ditampilkan secara jelas disini, semua seperti
visualisasi dari inti yang terdapat pada novellnya. Alur cerita juga simple, tidak
berlarut-larut dan mudah ditebak.
Cerita kemudian
melompat dan Risa sudah bertransfomasi menjadi seorang remaja yang diminta
Ibunya untuk merawat Neneknya yang sudah lemah di rumah masa kecilnya dulu,
berdua bersama adiknya, Riri.
Winner point pada di film point ini adalah ketika tokoh Mbak Asih yang diperankan oleh Shareefa Danish muncul di pertengahan film. Sosok Mbak Asih berperan sebagai pengasuh baru Neneknya, yang tiba-tiba muncul di depan rumah di kala hujan lebat. Totalitas akting Shareefa Danish dalam memerankan Mbak Asih patut diacungi jempol, meski terasa Ia belum benar-benar menghilangkan karakter Ibu Dara di film yang pernah diperankannya dulu, Rumah Dara. Tidak salah memang jika Ia mendapatkan gelar Best Actress di Puchon Film Festival berkat perannya di film Rumah Dara.
Wajah dingin dengan tatapan tajam dan
ditambah dengan gesture tenang dan misterius cukup untuk memunculkan atmosfir horror
pada setiap adegan yang memunculkan sosok Mba Asih. Dia diem nggak ngapa-ngapain aja udah nyeremin, ngeri ngeri ngeselin gitu.
Siapakah Mba
Asih ? Kenapa tiba-tiba Ia muncul ? Bersiaplah untuk menerima kenyataan bahwa
Mba Asih adalah kunci dari segala keanehan
yang terjadi sejak malam kemunculannya.
For all, film
ini cukup layak untuk ditonton dan dihargai karena mampu memunculkan nuansa
horror bukan dari makeup karakter hantu dan iming-iming porno belaka. Sebuah
perkembangan pada dunia perfilman horror Indonesia yang rata-rata hanya menjual
sensasi belaka.
Menurut saya, nilai 7 dari 10 cukup untuk skor akhir film ini.
Cyaaaat!!
BalasHapusSebagai penggemar film dan drama mellow-mellow gemas, saya tidak akan sudi menengok film-film horror sendirian, Bel. Hahaha.
Entah, dari periode Pocong Mumun sampai generasi saat ini, saya tak sudi tengok-tengok genre yang setipe dengan film yang sedang dirimu re-view. Wakakak.
Mungkin lain cerita kalau film horror luar. Dan kalau nontonnya ramai-ramai macam di layar tancep mungkin beda lagi ya, pasti ya bakal saya tonton. Iya. Karena ramai-ramai nontonnya. Wkwkwkkw
Cie akhirnya ada yang buka web.
Mantap. Saya entah kenapa jadi merasa ada temannya. Ahuyy.
Semoga konsisten ya, Bel.
Jangan kayak saya yang sudah menelantarkan blog saya nggak tahu waktu. Wakakakak.
Semangaaaat!!!!
Terima kasih sudah jadi jemaah di blog ini mbak nur.. Iya makannya klo mau nonton yg horror tapi takut sendirian aku siap pasang badan kok :p
HapusIyaakk mari kita hidupkan kembali dunia perblogan or pergoblogan nakanak tkj, semangad!!!