Rambutnya tergerai panjang selutut, wajahnya pucat pias, gaunnya putih kusam dengan noda coklat kemerah merahan. Gerak langkahnya lambat, gaun panjangnya selalu terseret di permukaan tanah, wangi bunga kenanga adalah pertanda jika ia mulai hadir.
Aku berjalan menyusuri tangga, mencoba mengingat semua yang
pernah terjadi. Disudut ruangan terlihat Ibuku yang masih menangis menatap
sebuah foto yang terbingkai indah, fotoku satu minggu yang lalu. Baru beberapa
langkah aku mendekati Ibu, bayangan putih tiba tiba melintas dari samping,
kuikuti bayangan itu ke arah halaman belakang rumah. Halaman luas yang kini
mulai tak terawat, kolam ikan yang kering tak berpenghuni serta pohon besar
yang dahannya hampir menutupi cahaya matahari bila pagi datang. Bayangan itu
berhenti dan mulai menunjukan sebuah bentuk. Bentuk yang tak asing lagi bagiku.
“Apa mau kamu?” tanyaku tenang. Ia tetap tidak menyahut.
Bungkusan putih memanjang dengan tubuh dan kepala terikat itu mulai meloncat ke
arahku. Kain yang membungkusnya kotor, penuh tanah dan dan sedikit hancur. Ia
berdiri tepat di depan wajahku, kepalanya bergoyang ke kanan dan ke kiri seolah
mengejekku yang tadi sehabis berdzikir, semakin lama semakin cepat dan ikatan
dikepalanya mulai melonggar. “Kenapa kamu selalu mengikuti saya?” tanyaku lagi.
Tiba-tiba kepalanya berhenti bergoyang dan ia hanya berdiri mematung, kemudian
lenyap. Aku mulai terbiasa dengan semua ini, mulai menerima bahwa aku berteman
dengan mereka. Kembali aku masuk kedalam, berdiri di depan cermin. Menatap dan
meneliti penampilanku yang sekarang. Putih pucat dengan lubang besar ternganga
tepat di jantungku. Puing-puing badan pesawat pernah tertancap di lubang itu,
satu minggu yang lalu.
mmm lagi hujan hujan gini pas banget baca ini >_<
BalasHapusTiati ah buk,ngeri ada yg ngikut lagi :p
BalasHapusTerima kasih sdh mampir, nantikan celoteh berikutnya yaa!!