Source |
Saya muak. Netijen di
semua social media selalu berkoar soal bumbu dapur satu ini, micin. Salah ucap
sedikit, otak micin. Kepo dikit, otak micin. Telmi dikit, otak micin. Kangen
dikit, hati micin. Ingin menghina
netijen, tapi saya juga netijen.
Ada apa sih sama micin
? Saya suka ngemil chiki, diberi tittle generasi
micin oleh 2 orang sekaligus, yang dua-duanya adalah calon dokter. Apa ini
? Apakah bersangkutan dengan profesi mereka kelak ? Atau saya hanya dijadikan
sebagai bahan penelitian ilmiahnya soal micin ?
Padahal manfaat micin untuk tubuh itu banyak loh Mbak, Sis, Tante, Om. Micin mengandung glutamat yang dibutuhkan oleh tubuh karena perannya dalam membentuk protein. Selain membantu pengiriman sinyal-sinyal dalam otak, glutamat juga membantu fokus, ingatan, serta konsentrasi. Glutamat juga memudahkan otak dalam mempelajari hal-hal baru.
Ketakutan akan efek
“kebodohan” yang ditimbulkan micin sudah ada sejak zaman kakek nenek dulu,
sejak demo masih bersubjek ‘DEMO PEMAKZULAN PAK RT’ bukan demo bersubjek angka cantik
nan ciamik. Yang membuat orang susah mengingat. Demo 000 ini demo yang mana ya
?
Micin nggak menyebabkan kebodohan, kerusakan jaringan otak,
kerinduan yang berlebihan, dll. Micin hanya bumbu masak yang sering di kambing
hitamkan.
Dikutip dari website www.duniainformasikesehatan.com
, WHO sudah menetapkan micin aman dikonsumsi jika tak melebihi 6 gram.
Sementara orang Indonesia rata-rata hanya mengonsumsi sebanyak 0,6 gram per
harinya, jauh dari batas aman yang sudah ditetapkan. Jadi tidak membahayaken
djiwa, kecuali ada yang suka gadoin micin layaknya meses.
Micin ngambek, kelar idup lu |
Tapi kenapa masyarakat
menjadi over sensitive, semua di
sangkut pautkan dengan micin. Ada guru menganiaya muridnya, dibilang kebanyakan
makan micin. Mbak ATT salah grammar di caption instagram, dibilang kebanyakan
menghirup micin. Mbak AN menjiplak karya orang dengan tag ‘WARISAN’ dibilang kalo
masak, micinnnya segenggam bukan sejumput.
Kesimpulannya, micin =
bodoh. Whattheffff…???!!! Micin
lama-lama menjadi kata penghakiman.
Coba bayangkan
bagaimana perasaaan ratusan butiran-butiran micin itu.
Butiran 351 : “Duh
gusti, apa dosa kita ya, sudah lelah kita dihina-hina seperti ini oleh kaum
manusia dan makhluk semesta lainnya.”
Butiran 69 : “Iya,
padahal kita yang membuat mereka tetap hidup.”
Butiran 574 : “Tetap
hidup bagaimana maksudnya ?”
Butiran 134 : “Tanpa kita, masakan jadi nggak enak, kalo masakan nggak enak pasti nggak dimakan, kalo nggak dimakan pasti mati. Tanpa kita, manusia bisa punah.”
Tissue toilet : “Nggak usah ngeluh wey ! Liat gua nih !”
Butiran 134 : “Tanpa kita, masakan jadi nggak enak, kalo masakan nggak enak pasti nggak dimakan, kalo nggak dimakan pasti mati. Tanpa kita, manusia bisa punah.”
Tissue toilet : “Nggak usah ngeluh wey ! Liat gua nih !”
Seperti apa sih
definisi generasi micin yang sesungguhnya ?
Hati-hati, jaman
sekarang beda pendapat bisa memicu peperangan. Perbedaan pendapat dapat menjadi
dasar netijen saling melaporkan dengan kasus “Perbuatan Tydac Menyenangkan”.
Saya, yang sebagai
netijen-pengamat-netijen-lainnya sebenarnya beranggapan bahwa cemooh micin hanyalah gurauan belaka, tapi lama-lama makin
banyak kicauan tentang micin yang kontradiktif, jadi seperti menyebarkan isu bahwa micin dapat menyebabkan kebodohan
adalah benar. Banyak netijen sotoy yang berkomentar seolah jubir dari tim
peneliti WHO. Keliatan lah komentar orang sotau pasti nggak berbobot dan asal
tembak.
Source |
Banyak hoax soal micin, belum lama ini saya
melihat salah satu postingan netijen di Facebook yang berisi tentang curhatan
seorang ibu muda yang ketakutan karena terpengaruh oleh banyaknya kicauan
negatif soal micin.
S E R I O U S L Y ??!!
Dan kemudian saya
bingung.
Si ibu muda yang
terlalu menelan mentah-mentah omongan di social media atau si sotoy yang kalimatnya
benar-benar meracuni siapapun yang membacanya. Yaudahlah yang penting jangan teracuni oleh postingan-postingan fake nya Mbak AN.
Jadi, pembahasan ini
soal micin atau soal Mbak AN ?
Soal Mbak AN yang
micin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar