Source |
Kelas pemikir dan kelas pekerja tentu
berbeda seleranya.
Kelas pemikir yang bekerja dengan otak tanpa bekerja menggunakan fisik, pencetus
ide-ide brilliant akan mencari yang berotak juga karena akan ada teman hidup
yang juga sebagai wadah ide-idenya.
Begitupun kelas pekerja yang bekerja dengan fisik tanpa menggunakan otak akan mencari seseorang dengan mengedepankan fisik juga.
Kelas atas cari yang kelas atas.
Kelas bawah cari yang kelas bawah.
-Dikutip
dari salah satu buku yang tidak saya sebutkan namanya.
.
.
Kesimpulannya,
cari yang se-level.
Iya, saya
tau kutipan diatas adalah kutipan yang memotivasi pembacanya untuk “berbenah”.
Which is berusaha untuk menaikan derajat dalam kelas sosial. But Hell-O, hello.
Ingin memotivasi tapi kok malah berbau diskriminasi.
Pengusaha
cocoknya sama anak konglomerat. Tukang becak cocoknya sama tukang jamu. Lantas
kalo ada pengusaha kaya raya yang menikah dengan anak dari keluarga sederhana
apakah salah ?
Sukses adalah milik siapa saja. Who know’s we will be the next ? So, nggak usahlah merasa kayak ; oiya gue cuma kelas pekerja, cuma karyawan yang masih dibawah ketek orang. Gue harus sukses dulu baru ada yang mau.
Literally,
menjadi karyawan bukanlah pekerjaan kelas rendahan, karyawan juga bekerja pakai
otak, manager pun tetap saja namanya karyawan. Its okay kalo mulai dari bawah, kalo
ada yang sukses tanpa mulai dari 0 ya mungkin mereka memang orang-orang yang beruntung.
Dilahirkan dari keluarga kaya raya, pendidikan tinggi di luar negeri, begitu
lulus langsung diberi titah untuk meneruskan perusahaan keluarga. Beruntung kan
?
Tapi jangan seperti :
“Duh gue
nggak sukses nih.”
“Kenapa ?”
“Nggak tau,
kayanya emang nggak beruntung buat jadi orang sukses.”
Jangan mengatasnamakan
ketidaksusksesan karena ketidakberuntungan.
Usaha !
Semua orang
yang benar-benar sukses pun dimulai dari bawah juga. Mark Zuckerberg yang
sekarang masuk jajaran 10 orang terkaya se-Bumi pun pernah jadi anak kost, cuma
ngga tau dah tiap akhir bulan dia kasbon di warteg juga atau ngga.
Jadi
karyawan juga bisa menjadi langkah menjadi sukses, contohnya gini :
Kokom
bercita cita untuk menjadi seorang pengusaha di bidang kuliner, nah dia kerja
dulu jadi karyawan, menabung untuk modal membangun restoran impiannya.
Biarkan
setiap orang sukses dengan caranya masing-masing lah.
Ngomongin
soal cinta dan kelas sosial, itu adalah dua hal yang nggak ada hubungannya. Kalo
cinta mah cinta aja. Kaga ngaruh sama miskin atau kaya. As like Fiersa Besari
said,
Usia, jarak, waktu dan
kelas sosial hanyalah angka bagi dua orang yang saling memperjuangkan satu sama
lain
-Dikutip dari
bukunya yang berjudul “GARIS WAKTU”
Gibran
Pangarep yang anak presiden aja nggak malu menikahi Selvi Ananda yang notabene berasal
dari keluarga sederhana. Dan saya, bisa saja nanti menikah dengan salah satu Pangeran
Arab. Yhaaa.
Disini opsi
nya berarti ada empat ya :
1. Akan jadi si sukses yang menikah dengan si sederhana
2. Akan jadi si sederhana yang dinikahi si sukses
3. Akan jadi si sukses yang menikah dengan si sukses juga
4. Akan jadi si sederhana yang dinikahi si sederhana juga
Kalo jadi
yang nomor 1, jelaslah pasti ada perjuangan dan jangka waktu untuk jadi sukses
dulu. Saya sering dengar istilah gini “Sukses
aja dulu, kalo udah sukses mah gampang, pasangan tinggal pilih”. Hah sekate-kate.
Kalo tinggal milih doang mah iya gampang, tapi liat orientasinya dulu. Kalo
berorientasi menikah nggak mungkin sekali tunjuk langsung ayok. Nggak asal
pilih dong, cari yang cocok, yang dapat mengimbangi, yang nggak nerima cuma
disaat sukses doang. Nggak mau kan pas bangkrut ditinggalin ?
Kalo jadi
yang nomor 2, tugasnya ya memantaskan diri dan mengimbangi diri. Cocok nggak
sama si sukses ? Bisa bawa diri nggak ? Bisa nggak menjadi pendamping si
sukses dengan segala kesibukannya ? Bisa nggak menguatkan dia disaat lagi
stress sama kerjaannya ? Bisa nggak jadi pengingat disaat dia terlalu sibuk
dengan kerjaannya sampai lupa dengan kesehatannya sendiri ? Harus siap
dengan segala frekuensinya.
Kalo jadi
yang nomor 3, selamat, itu adalah sebuah keberuntungan. Tinggal menyesuaikan
satu sama lain dan saling mengerti posisi. Karena akan ada satu fase dimana kita
dan pasangan kita akan punya kesibukan masing-masing. Butuh waktu kerja
masing-masing, butuh waktu tenang masing-masing. Tapi itu justru yang
menguatkan, karena ketika lagi sama-sama ada waktu luang, pasti sangat berharga
dan sayang untuk di sia-siakan.
Kalo jadi
yang nomor 4, hmmm semua orang punya persepsinya masing-masing sih soal
kesederhanaan. Sederhana kan bukan berarti kekurangan, sederhana hanyalah soal
gaya hidup.
Tapi yasudah lah, seperti halnya si sukses dan si
sederhana. Si kelas atas dan si kelas bawah. Semua hanya soal PENYESUAIAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar