Source |
Aku pernah
mencintai dengan sangat, menggila melewati angan. Sampai merasa semua ku
korbankan. Dan berakhir menyisakan kisah mengenaskan.
Entah
bagaimana alurnya. Entah seberapa parah sakitnya.
Semua pasti pernah
patah hati. Pernah jatuh dan tak sanggup bangkit. Kala itu, dunia ku anggap tak
adil. Karena hati yang ku bangun tinggi-tinggi, runtuh dengan sebegitu
mudahnya.
Duka menjadi
karibku. Pedih menyelimuti lukaku, merasuk dan merusak nalar. Luka harus dibayar
lunas. Hancur harus dibalas. Hatiku hitam penuh dendam.
Tidak. Aku
memilih untuk tidak membalas rasa sakitku.
Ku biarkan ia tumbuh dan mengajariku bahwa hidup tak melulu menuruti apa yang
ku mau.
Aku memilih
untuk berdamai dengan luka karena ia adalah guru. Berdamai sampai pada akhirnya
hatiku melunak dengan sendirinya.
Memaafkan.
Balasan yang
paling pantas untuk sebuah pengkhianatan adalah pengampunan. Jadikan ia bagian
dari masa lalu, bukan bagian untuk masa depan.
Ku biarkan
semesta menghapusnya dan mempertemukanku dengan kebahagiaan yang baru.
Hidup bukan
hanya terpaku pada sepercik luka. Ada banyak pencapaian yang harus diraih. Cita-cita
dan cinta memanglah harus beriringan, tapi bukan berarti kegagalan di salah
satunya menjadi sebuah penghalang.
Aku hidup
untuk hari ini dan masa depan. Aku hidup, dengan atau tanpamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar