Udahlah, perempuan mah nggak usah
sekolah tinggi tinggi. Nanti juga ujung-ujungnya di rumah, masak, nyuci sama ngurus
anak. –Mukidi A, 23
tahun, karyawan swasta, hobi ngabisin stok kopi orang.
Gue nyari perempuan yang bisa masak,
yang rajin, ulet, bisa ngurus suami dan betah di rumah. Gak usah kerja karena
gue udah kaya –
Mukidi B, 28 tahun, wirausahawan, jago main karambol, imigran gelap dari
Zootopia.
Pendidikan emang penting, tapi kalo
untuk perempuan kayaknya gak penting-penting amat karena emang perempuan
kodratnya jadi ibu rumah tangga. Kakak gue lulus S2 abis itu langsung married,
S2 nya gak kepake. –Mukidi
C, 25 tahun, manusia.
Dear all
Mukidi’s, kalian mau cari istri apa pembantu ?
Apa gunanya
Kartini memperjuangkan emansipasi kalo saat ini masih banyak pemikiran
pemikiran inferior kayak gitu ?
Se-tidak
penting itukah pendidikan untuk perempuan ? 2018 dan sepertinya banyak adam
adam diluar sana yang perlu ditatar dengan kartini kartini. Agar paham dan
tidak menyetarakan istri dengan pembantu, seolah keterampilan beres-beres rumah
adalah value terpenting dalam hal memilih.
Iya iya, tau
kok. Suami perlu diurus, anak juga harus di besarkan, tapi jangan jadikan itu
alasan untuk perempuan mengesampingkan pendidikan.
Kalian harus ingat bahwa guru pertama
dari seorang anak adalah Ibunya. Karena pendidikan anak dimulai dari memilih
siapa Ibunya. Sebagai contoh untuk anak-anaknya.
Saya sendiri
sebagai perempuan, nggak mau jadi perempuan yang terbelakang, yang nggak tau
apa-apa, kopong aja gitu kayak tahu bulat digoreng dadakan lima ratusan. Minimal
harus punya ilmu yang suatu saat nanti bisa dibagikan ke anak-anak saya.
Jadi
seandainya anak saya atau ponakan saya ada yang nanya sesuatu, saya bisa jawab.
Nggak bego bego amat gitu.
Ilmu itu tak
terbatas, tak tergerus masa. Ilmu juga bisa mengubah derajat seseorang. Semakin
kita berilmu, semakin segan pula orang lain memperlakukan kita. Nggak dianggap
sebelah mata.
Banyak kok diluar
sana mamah mamah yang tetap cari ilmu walau sudah bersuami dan beranak.
“Iya itu yang duitnya banyak, pembantunya
seabrek, rumah dan anak ada yang ngurusin”
Oke santai.
Jangan nge gas dulu.
Semua
kembali ke niat masing-masing. Kalo memang punya niat dan tekad yang kuat, akan
selalu ada jalan. Nggak ada yang nggak mungkin.
Dan
perempuan berpendidikan tinggi bukan untuk menyetarakan “kedudukannya” dengan
laki-laki kok. Bukan juga menuhankan dan berpedoman “Woman Is World”. Aduh,
nggak banget. Tetap ada beberapa hal yang menjadi lingkup laki-laki.
Semua orang
punya pilihan hidupnya masing masing. Mau mengedepankan atau mengacuhkan ilmu
ya silahkan. Mau jadi mama rumah tangga, silahkan. Mau jadi dedek kuliahan juga
silahkan.
Dan, pilihan
saya adalah mengedepankan pendidikan, nggak ada yang berhak mendoktrin agar perempuan
nggak usah sekolah tinggi-tinggilah inilah itulah blablablab#?!#?$&%^$^+&?!!!!!!
Manusia
pasti punya kapasitas dirinya masing-masing. Tapi jangan merendahkan perempuan
dengan cara yang terselubung gitu dong.
Laki-laki
atau perempuan berhak mendapatkan kesetaraan
pendidikan yang sama. Agar bangsa ini bisa maju tanpa memandang gender.
Ingat ya, kesetaraan pendidikan.
Lagian, suami
mana sih yang nggak pengen punya istri pinter.
Jadi, saya
itu harus kuliah dulu baru nikah ? Atau nikah dulu baru kuliah ?
Ya intinya
saya akan terus memantaskan diri untuk siapapun yang akan menjadi jodoh saya
kelak.
Hasik.
Menikah dan kuliah memang sama-sama menghabiskan uang
BalasHapus